Akhir Cerita

Jakarta, 26 September 2019. 02:23

Lampu kamar sudah ku padamkan sedari tadi. Mata tak jadi terpejam setelah melihat pesanmu datang. Hati bergejolak saat obrolan malam kita bercerita tentang isi dunia. Bincangan di tengah malam memang waktu yang tepat untuk membuka pikiran. Pukul 1.42 kita menyelesaikan perbincangan kita.

Kali ini, biarkan aku bangun dari tempat tidur. Bersenderan ke dinding. Duduk meratap lampu jalan dari balik jendela kamar. Hanya terdengar suara serangga dari balik pepohonan. Pikiranku mengawang sembari membaca beberapa kalimat di pesan singkat kita tadi. Ada rasa kecewa yang hadir membaca pesanmu. Ada hal yang aku bingungkan, tentang sebuah keyakinan dari sebuah keputusan. Bukan untuk meragukan, tapi detik ini aku masih belum percaya adakah aku di dalam harimu?

Percayalah, tak ada hati yang tak bahagia ketika rasa dibalas dengan yang sama. Tapi kau juga jangan lupa, tak ada hati yang lebih terluka ketika cinta hanya untuk coba coba.

Pesanku singkat, kau cepat sembuh agar kita lebih cepat bertemu. Menjawab semua keraguanku. Menjawab semua tentang kita. Aku yakin itu hanya pikiranku yang entah jauh kemana. Aku percaya kedepan masih ada yang harus diperjuangkan. Dan besok pagi ketika kita terbangun semua akan baik baik saja.

Mari terlelap untuk malam ini. Biarkan aku merindu.

---------------

Jakarta, 26 September 2019. 14:43

Baru saja aku menulis tentang kita semalam.

Siang tadi, di dalam kesibukan duniaku. Aku masih menyempatkan membagi waktu untuk mendengar duniamu.

Dalam selang waktu, aku kira kita akan saling bercerita. Ternyata ketika kau mulai bercerita. Setelah satu sampai tiga kalimat kau ucapkan. Seketika kau berkata mengakhiri cerita kita. Aku terdiam.

Ku baca satu persatu dari pesan panjang yang kau tuliskan. Kata-kata pembelaan untuk sebuah perpisahan. Mencari letak kebaikan yang hingga sekarang aku belum tau dimana kebaikan tersebut.

Selesai, selesai.

“Bro, ke rooftop yuk, sama Mas Jaka.” Ajakku ke rekan kerja sebelahku.

“Yuk.” Temanku bergegas mengikutiku.

Di rooftop kantor, aku mengeluarkan sebatang rokok dari saku celana lantas menyodorkan bungkusnya ke temanku. Dia melihatku heran tapi tanpa banyak tanya. Berdua kita mulai mengepulkan asap ke langit kota. Mas Jaka mulai bercerita banyak ke kita. Aku emang ada diantara mereka, tapi tidak dengan pikiranku. Pikiranku pergi ke Lebanon, Afrika, hingga Antartika. Ah, pikiranku bebas pergi kemana.

Sementara yang lain sibuk bercengkrama. Aku masih terlalu sibuk memikirkan apa yang sedang terjadi. Terlalu patah untuk menerima kenyataan. Aku hanya diam menatap kosong gedung-gedung kota. Bertanya masihkah disana akan ada cerita kita. Atau semua cerita telah berakhir disini dengan perasaan pasrah.
Ditulis karena masih belum percaya semua terjadi.



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.